Prancis Chaos Besar, Presiden Macron Mau Dimakzulkan

PORTAL MEDAN.  Ketegangan politik kembali melanda Prancis. Kali ini, tensi dipicu keputusan Presiden Emmanuel Macron yang menolak untuk menunjuk Perdana Menteri (PM) dari koalisi sayap kiri yang memenangkan kursi parlemen terbanyak dalam pemilihan bulan lalu.



Mengutip The Guardian, Istana Elysee menggambarkan bahwa pihak Pemerintahan Macron telah berdiskusi dengan sejumlah partai sayap kiri pada Jumat malam lalu untuk membicarakan hambatan politik jika figur kiri tetap dilantik. Namun diskusi tersebut gagal menghasilkan solusi yang bisa dilaksanakan.




Media Asing Sorot Gempa Megathust RI, Sebut Ini

"Pemerintahan yang dibentuk oleh aliansi sayap kiri Front Populer Baru (NFP), yang beranggotakan Prancis Tak Terkalahkan (LFI), Partai Sosialis (PS), Partai Hijau (EELV) dan Partai Komunis (PCF), akan menyebabkan mosi tidak percaya dan runtuhnya pemerintahan," kata Macron saat menjelaskan keputusannya, Senin (26/8/202).




"Pemerintahan seperti itu akan segera mendapat dukungan mayoritas lebih dari 350 anggota parlemen yang menentangnya, yang secara efektif mencegahnya bertindak. Mengingat pendapat yang diungkapkan oleh para pemimpin politik, stabilitas kelembagaan negara kita berarti bahwa opsi ini tidak boleh dilakukan," tambahnya.




Macron mengumumkan putaran konsultasi lainnya dengan para pemimpin partai dan politisi veteran yang akan dimulai pada hari Selasa. Ia menyebut pihaknya bertanggung jawab memastikan bahwa negara tidak terhalang atau dilemahkan.




"Pada masa yang belum pernah terjadi sebelumnya di Republik Kelima ini, ketika harapan rakyat Prancis tinggi, kepala negara menyerukan kepada semua pemimpin politik untuk bangkit pada kesempatan itu dengan menunjukkan semangat tanggung jawab," ujarnya.




Pernyataan Macron lantas disambut dengan keras oleh partai-partai kiri. NFP mengatakan tidak akan mengambil bagian dalam perundingan lebih lanjut kecuali jika pertemuan itu membahas pembentukan pemerintahan.




"Presiden republik tidak mengakui hasil hak pilih universal, yang menempatkan Front Populer Baru di puncak jajak pendapat," kata Presiden LFI, Jean-Luc Mélenchon.




NFP sebenarnya telah mengajukan Lucie Castets, seorang ekonom berusia 37 tahun dan direktur urusan keuangan di Balai Kota Paris, sebagai kandidatnya untuk posisi PM. Menurut Mélenchon, Macron harus menghormati demokrasi dengan melantik Castets atau menghadapi mosi pemakzulan.




"Ia menolak mengangkat Lucie Castets sebagai PM. Berdasarkan kondisi ini, mosi pemakzulan akan diajukan oleh anggota parlemen LFI. Setiap usulan untuk PM selain Lucie Castets akan dikenai mosi kecaman," tambah Mélenchon.




Selain LFI, kecaman juga datang dari aliansi NFP lainnya, EELV atau Partai Hijau. Sekretaris Jenderal EELV, Marine Tondelier menyebut tindakan Presiden Macron merupakan momok yang memalukan bagi demokrasi.




"Ini aib. Ini merupakan tindakan tidak bertanggung jawab yang berbahaya dalam demokrasi," tandasnya. cnbcindonesia.com


http://dlvr.it/TCQ9qj
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak