PORTAL MEDAN. Belakangan ramai pembahasan soal gempa Megathrust yang mengancam wilayah Indonesia. Kehebohan ini bermula dari insiden gempa Megathrust Nankai yang mengguncang Jepang dengan kekuatan M 7,1 pada Kamis (8/8) lalu.
Insiden itu memicu kekhawatiran serupa di Indonesia. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono sempat mengatakan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai sama persis dengan yang dirasakan ilmuwan Indonesia.
Khususnya yang perlu diwaspadai di Indonesia adalah Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata dia dalam keterangan resmi beberapa saat lalu.
Namun, Daryono mengklarifikasi soal penggunaan kalimat "tinggal menunggu waktu". Dalam unggahan di akun X personalnya, Daryono menegaskan peringatan itu bukan berarti gempa Megathrust akan segera menimpa Indonesia.
"'Tinggal menunggu waktu' bukan berarti segera akan terjadi dalam waktu dekat, karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi," kata dia, dikutip Rabu (15/8/2024).
"Kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan 'menunggu waktu' karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (tinggal segmen tersebut yang blm lepas)," ia menambahkan.
Sebelumnya, Daryono juga mengatakan tidak perlu khawatir. Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, processing, dan diseminasi informasi gempa dan peringatan dini tsunami yang makin cepat dan akurat.
Daryono mengatakan apa yang terjadi di Jepang dapat dipantau secara real time dan dianalisis dengan cepat.
BMKG, kata Daryono, bisa memodelkan tsunami yang bakal terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga BMKG akan segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian utara.(cnbcindonesia.com)
http://dlvr.it/TBybnW
Insiden itu memicu kekhawatiran serupa di Indonesia. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono sempat mengatakan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai sama persis dengan yang dirasakan ilmuwan Indonesia.
Khususnya yang perlu diwaspadai di Indonesia adalah Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9).
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," kata dia dalam keterangan resmi beberapa saat lalu.
Namun, Daryono mengklarifikasi soal penggunaan kalimat "tinggal menunggu waktu". Dalam unggahan di akun X personalnya, Daryono menegaskan peringatan itu bukan berarti gempa Megathrust akan segera menimpa Indonesia.
"'Tinggal menunggu waktu' bukan berarti segera akan terjadi dalam waktu dekat, karena kejadian gempa memang belum dapat diprediksi," kata dia, dikutip Rabu (15/8/2024).
"Kami pun tidak tahu kapan akan terjadi. Kami katakan 'menunggu waktu' karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah release (tinggal segmen tersebut yang blm lepas)," ia menambahkan.
Sebelumnya, Daryono juga mengatakan tidak perlu khawatir. Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, processing, dan diseminasi informasi gempa dan peringatan dini tsunami yang makin cepat dan akurat.
Daryono mengatakan apa yang terjadi di Jepang dapat dipantau secara real time dan dianalisis dengan cepat.
BMKG, kata Daryono, bisa memodelkan tsunami yang bakal terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System), sehingga BMKG akan segera menyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian utara.(cnbcindonesia.com)
http://dlvr.it/TBybnW