PORTAL MEDAN.
Dua komisioner pada Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) membenarkan telah memberikan proteksi hukum terhadap inisial M. M adalah saksi-korban penyimpangan seksual, dan dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya yang menurutnya seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). LPSK, sejak Januari 2023 memberikan pengawasan melekat 24 jam terhadap M, perempuan 30-an tahun tersebut.
“Iya. benar,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Sabtu (21/5/2023).
Hasto belum bersedia membeberkan mengenai kasus kekerasan seksual, dan KDRT yang dilakukan anggota dewan berinisial BY itu terhadap M. Karena dikatakan dia, kasus tersebut masih dalam proses hukum di kepolisian di Polres Kota Bandung, Jawa Barat, dan di Bareskrim Polri.
Salah satu komisioner mengungkapkan, M sampai saat ini, dalam perlindungan maksimal LPSK sebagai upaya untuk mendapatkan hak keadilannya. “Kasus ini di LPSK ditangani salah-satu komisioner. Dan saat ini M, dalam pengawalan melekat 24 jam bersama LPSK,” ujar komisioner tersebut.
Informasi yang diperoleh Republika, dan terkonfirmasi oleh Hasto, kasus yang mendera M ini, dalam ‘kuasa’ penanganan dan pengawasan Komisioner LPSK Livia Iskandar. “Hubungi Bu Livia saja,” kata Hasto.
Akan tetapi Livia kepada Republika, tak bersedia bicara kasus yang diduga melibatkan anggota DPR tersebut. “No comment ya,” ujar dia lewat pesan singkatnya.
Livia, pun tak bersedia berkomunikasi via sambungan telefon dengan Republika, untuk sekadar menerangkan hasil asesmen psikologis yang mengharuskan saksi-korban M mendapatkan proteksi maksimal 24 jam.
Salah satu anggota tim pendamping hukum saksi-korban M, Ellywati Suzana Saragih menerangkan, kasus kliennya sudah tujuh bulan mangkrak di dua institusi kepolisian. Laporan awal kasus ini, dikatakan dia, dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) ke Polresta Bandung, Jabar pada November 2022.
Namun belakangan, kata Elly, Tim Penasihat Hukum Perempuan Anak (PPA) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) turut andil melakukan pendampingan hukum dan meminta kasus tersebut diambil alih Bareskrim Polri.
“Tetapi penanganannya juga tidak berjalan. Sudah lebih dari tujuh bulan kasus ini tidak ke pengadilan tanpa ada alasan hukum yang jelas,” ujar Elly.
Pada Januari 2023, kata Elly, timnya meminta LPSK, turun tangan memberikan perlindungan terhadap saksi-korban M. Dan sampai saat ini, LPSK menyetujui untuk melakukan pengawalan melekat terhadap fisik, dan pendampingan psikologis terhadap saksi-korban M.
“Kami dari tim pendampingan hukum untuk saksi-korban M, berencana untuk melaporkan terlapor (BY) ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) Senin (22/5/2023) besok,” terang Elly, kepada Republika, Ahad (21/5/2023).
Elly belum bersedia membeberkan lengkap soal penyimpangan seksual dan KDRT macam apa yang dilakukan terlapor BY terhadap saksi-korban M. Tapi dikatakan dia, penderitaan fisik dan psikologis yang dialami M terjadi sepanjang Januari 2022. Puncaknya, dikatakan dia, pada November 2022.
http://dlvr.it/SpRS9z
http://dlvr.it/SpRS9z