5 Fakta Akses NIK Bayar Rp 1.000, Masyarakat Umum Juga Bayar?

PORTAL MEDAN.  Pemerintah kembali memantik kontroversi publik dengan rencana pembebanan tarif Rp1.000 untuk setiap kali mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sejak tahun 2013, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memang masih menggratiskan layanan tersebut. Pembebanan tarif diklaim untuk meningkatkan kualitas layanan publik. Lalu bagaimana sebenarnya fakta-fakta ihwal akses NIK berbayar ini? Apakah masyarakat umum juga harus membayar? Berikut ulasannya.  1. Untuk Perawatan Server      Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menyatakan selama ini biaya akses NIK di database kependudukan selalu digratiskan oleh pemerintah. Namun karena keperluan perawatan sistem server data kependudukan yang terbentur masalah biaya, Dirjen Dukcapil berniat menerapkan tarif. “Memang sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga Pemilu Presiden dan Pilkada Serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyediaan daftar pemilih," kata Zudan, dikutip Suara.com dari akun Instagram @underc0ver.id, Kamis (14/4/2022)  2. Besaran Tarif Belum Final   Saat ini ramai muncul pembebanan tarif akses NIK bakal senilai Rp1.000. Namun faktanya Kemendagri belum memastikan tarif final. Detail biayanya sedang dirumuskan dalam RPP PNBP dan belum dipastikan kapan akan diterapkan.  3. Hanya untuk Lembaga Profit Oriented  Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, meminta masyarakat tidak khawatir dengan aturan penarikan biaya Rp 1.000 untuk akses NIK. Zudan memastikan biaya itu hanya dibebankan pada lembaga profit oriented seperti bank, pasar modal dan asuransi. “Tidak perlu khawatir. Pemerintah sudah mengkaji mendalam. Untuk BPJS Kesehatan, bantuan sosial, pelayanan publik tetap gratis,” kata Zudan saat dikonfirmasi, Kamis (14/4/2022).      4. Ajukan Alternatif Pendanaan  Kemendagri tak hanya menjajaki pembebanan akses NIK untuk lembaga profit oriented. Mereka sedang mengajukan alternatif pendanaan pengelolaan server melalui Bappenas dan World Bank. Kemendagri juga menyusun regulasi tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar K/L. “Dari PNBP ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang,” ujar Zudan.           5. Bikin Resah Warga  Tidak sedikit pengguna media sosial yang emosi dan bingung ketika mendengar adanya pungutan biaya untuk mengakses NIK. Masyarakat reaktif dan mengira penerapan kebijakan tersebut juga menyentuh layanan publik. Apalagi akun Instagram dengan pengikut besar, @lambe_turah, juga turut memviralkan kabar ini. “Kaga 2 rebu sekalian, takut ga ada kembalian..,” seloroh warganet. “Lama-lama napas saja ada tarifnya,” celetuk warganet lain. “Cara cari cuan lewat jalur yang sangat tak terduga .. wow,” ujar warganet lain. Sejumlah warganet juga curiga kebijakan baru itu bisa menjadi potensi korupsi. “Peluang korupsi baruu," sindir warganet. suara.com
http://dlvr.it/SNfbHM
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak