Komentari yang Jual Selfie KTP di NFT Opensea, Pakar Siber: Saya Malu!

PORTAL MEDAN.   Fenomena NFT alias Non Fungible Token membuat platform Opensea ramai oleh orang-orang yang ingin jual NFT dengan harapan meraup untung besar.  Viralnya Ghozali Everyday yang berhasil menjual NFT foto selfienya hingga untung miliaran rupiah nampaknya menarik minat sejumlah masyarakat Indonesia yang ingin kecipratan untung.  Sayangnya, karena belum banyak yang mengerti konsep NFT, jadinya malah mencoreng konsep aset digital dari sebuah NFT.  Ada yang ikut-ikutan jual foto selfie, foto makanan, furniture, bahkan hingga foto selfie dengan KTP yang diunggah ke Opensea.  Melihat ini, Pakar Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menyebut, orang-orang seperti itu latah ingin terjun ke bisnis digital tanpa memahami konsep NFT.  "Ini menunjukkan orang yang jual tidak mengerti konsep NFT, mereka masih mengira bisa menjual aset digital, data digital, tapi malah itu kegiatan melanggar hukum, dan kalau di Opensea atau marketplace NFT itu jadi bahan tertawaan," kata Alfons kepada PRFM, Minggu 16 Januari 2022.  Bahkan ia juga merasa malu dengan tingkah laku mereka yang menjual barang-barang digital tapi tidak mengerti apa nilai jual dari barang tersebut.  "Saya malu sebagai orang Indonesia, kita wajib edukasi. Yang dijual di aset digital itu yang ada nilai seni, ada nilai tertentu. Nggak bisa jual makanan, jual foto selfie (biasa), memang bukan itu dagangan di Opensea," ucapnya.  Meski Ghozali menjual foto selfie, tapi ia berkonsep, ada usaha keras selama 5 tahun dengan konsisten foto dirinya sendiri. Lalu pada saat yang bersamaan, ada juga orang yang tertarik dengan karyanya sehingga bisa laku dengan harga fantastis.  Lantas seperti apa konsep jual beli aset digital NFT di Opensea?  Alfons menjelaskan, konsep jual beli di Opensea sebenarnya sama dengan e-commerce seperti Tokopedia atau Shopee. Yaitu ada orang yang menjual barang atau jasa, lalu ada pembeli yang membutuhkan, maka terjadilah komersialisasi atau jual-beli.  Khusus di Opensea, barang yang dijual adalah NFT atau aset digital. Lebih tepatnya, pemilik karya menjual hak aset digitalnya untuk bisa dimonetisasi oleh pembeli, dan pembeli itu bisa menjual kembali untuk mendapat keuntungan.  "Opensea juga ada orang yang jual NFT, lalu ada orang yang beli dengan harapan harganya bisa naik untuk mendapatkan keuntungan," tuturnya.  "Kalau risikonya sih kalau beli barang terlalu mahal, asset nggak ada yang mau ya uang kamu hilang. Seperti koleksi barang antik, tapi lalu tidak ada yang minat lagi, ya uangnya hilang," tambahnya.  Meski NFT ini bisa di-copy atau dicetak, tapi yang dijual itu hanya satu aset digital dan bisa dibuktikan lewat sistem bernama Blockchain.  Melalui Blockchain ini, yang berisi kumpulan jutaan aset digital akan ketahuan, suatu aset digital tersebut dimiliki oleh siapa dan riwayat pembeliannya.  "Hingga ke tangan ke-10 pun bisa terlacak dari blockhainnya, ini bisa terus dilacak yang bisa menentukan keabsahan dari aset digital," kata Alfons.  Namun sekali lagi, Alfons menegaskan, tidak ada yang instan dalam konsep NFT ini. Perlu kerja keras agar bisa mendapat keuntungan yang menggiurkan.  "Usaha di balik Ghozali bisa mendapatkan uang miliran ini bukan suatu yang dalam semalam, itu hanya dongeng. Ia secara konsisten selfie dirinya selama 5 tahun, konsisten, itu kerja keras dan tidak ada jaminan untuk keberhasilan," pungkas Alfons.*** 
http://dlvr.it/SHF3Qr
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak