Jangan Panik, Omicron Disebut Ahli Hanya Ganas di Negara dengan Dua Ultraviolet. Bagaimana Indonesia?



AGEMAKS ONLINE.  Kasus Covid-19 varian Omicron di dunia meningkat hingga delapan kali lipat dalam sepekan terakhir. Menurut data yang dihimpun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, saat ini ada 62.342 kasus positif varian Omicron baru di seluruh dunia.

"Minggu lalu kasusnya naik dari 7.900 di dunia menjadi 62.342. Jadi kenaikannya lebih dari delapan kali lipat dalam seminggu di dunia," kata Budi, Senin (20/12). Budi melanjutkan, jumlah negara yang mendeteksi varian Omicron jumlahnya pun terus bertambah. Bila dua minggu lalu hanya ada 72 negara, kini jumlahnya mencapai 97 negara. "Kemudian rankingnya juga berubah. 

Tadinya Afrika Selatan di atas sekarang yang paling tinggi adalah Inggris dengan 37 ribu kasus," ungkap eks Wakil Menteri BUMN tersebut. Berikutnya, negara paling tinggi mengalami penyebaran Omicron adalah Denmark dengan 15 ribu kasus; Norwegia dengan 2 ribu kasus; Afrika Selatan dengan 1.300 kasus dan Amerika Serikat 1.000 kasus. "Jadi sudah mulai terjadi pergeseran populasi Omicron dan yang paling banyak ada di Eropa," tegas Budi. Menkes pun menghimbau masyarakat agar tetap waspada dan tidak melakukan perjalanan ke luar negeri terlebih dahulu. Hal ini lantaran laju penyebaran Omicron terbukti sangat cepat. 

“Penting sekali bagi kita untuk saling menjaga orang-orang terdekat agar tidak tertular Covid-19, terlebih dengan adanya varian Omicron saat ini. Jadi saya tegaskan kembali agar tidak berpergian ke luar negeri dahulu untuk kebaikan kita bersama,” tegasnya. Menurut ahli kesehatan dr Andreas Harry Lilisantoso, SpS (K) yang juga anggota Asosiasi Peneliti Alzheimer Internasional (AAICAD), masyarakat Indonesia tidak perlu terlalu khawatir berlebihan menyikapi varian Omicron. Banyaknya sinar ultraviolet di negara seperti Indonesia menjadi salah satu keuntungan. "Tidak usah khawatir, varian Omicron hanya ganas di negara yang ultraviolet (UV)-nya cuma dua UV, sedangkan di Indonesia rata-rata delapan UV," katanya di Jakarta, Senin (20/12). 

Andreas mengatakan bahwa di wilayah Provinsi Papua UV-nya malah mencapai 12 UV. "Jadi, mana bisa hidup Omicron dalam kondisi UV yang tinggi seperti itu," kata sukarelawan yang terlibat dalam membantu menggalang bantuan nutrisi bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 itu. Meski begitu, ahli saraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) itu menegaskan bahwa seperti sudah banyak disampaikan epidemiolog, maka protokol kesehatan Covid-19 adalah suatu keniscayaan yang harus dipatuhi semua masyarakat. "Karena, bagaimanapun juga kondisi saat ini masih pandemi, jadi protokol kesehatan tidak boleh kendor dan bahkan abai," kata Andreas Harry Lilisantoso. 

Terkait UV dimaksud, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Maret 2021 menyimpulkan Sinar Far Ultraviolet-C (UVC) dapat membunuh virus corona penyebab Covid-19. Sinar tersebut juga diyakini dapat menghambat penyebaran virus tersebut di udara dan permukaan benda, namun tetap aman bagi manusia. "Dengan adanya paparan sinar Far UVC akan menghambat penyebaran virus Covid-19, baik di permukaan benda atau di udara dan lebih aman tehadap kulit dan mata dibanding sinar UVC lainnya, yaitu dengan panjang gelombang 254 nanometer," kata Ketua Tim Periset Bilik Sterilisasi menggunakan lampu Far UVC dari LIPI Dr Yusuf Nur Wijayanto. 

Yusuf menjelaskan bagi masyarakat, penggunaan Sinar Far UVC dengan panjang gelombang 222 nanometer (nm) akan memberikan lingkungan yang lebih steril dari virus atau mikroorganisme dalam rangka mewujudkan suasana yang lebih aman dalam beraktivitas dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ditentukan. Pemerintah daerah, katanya, bisa mulai memanfaatkan inovasi Bilik Sterilisasi dan Lampu Sterilisasi Sinar Far UVC 222 nm yang diciptakan LIPIuntuk kenyamanan masyarakat beraktivitas, seperti pemasangan lampu di taman menggunakan Sinar Far UVC. Dalam literatur kesehatan disebutkan sinar matahari merupakan sumber sinar UV. Cahaya matahari terdiri dari tiga jenis sinar, yaitu UVA, UVB, dan UVC. Penggunaan jenis cahaya yang dapat membunuh virus corona adalah UVC.  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar masyarakat tak panik menyusul ditemukannya kasus akibat varian Omicron di Indonesia. Seusai mengikuti rapat terbatas evaluasi PPKM di Istana hari ini, Luhut menyampaikan, bahwa masih banyak yang belum diketahui tentang varian ini.  

Hingga saat ini, tingkat kematian karena varian ini masih terlihat rendah. Meskipun kemungkinan memiliki gejala yang lebih ringan, risiko peningkatan perawatan di rumah sakit, seperti yang terjadi di Inggris Raya, juga sangat berbahaya. Sebab juga dapat meningkatkan potensi kematian jika pasien tidak mendapatkan perawatan. “Kita jangan bergosip ria dengan ini. Dengarkan saja penjelasan resmi dari pemerintah, penjelasan resmi yang diberikan Kemenkes, atau kantornya pak Airlangga atau kantor saya. Karena jangan sampai ini menimbulkan kepanikan. Tidak ada yang perlu dibuat panik karena semua kesiapan kita jauh lebih bagus dari bulan Mei, Juni, Juli tahun ini,” jelas Luhut saat konferensi pers, Senin (20/12). 

Luhut memastikan, kasus akibat varian Omicron yang telah terdeteksi di Indonesia hingga kini belum ditemukan di tengah masyarakat. Kasus tersebut saat ini hanya ada di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet. “Saya ulangi, sampai hari ini Omicron itu baru terdapat di Wisma Atlet. Itu sudah di-lockdown oleh Menkes. Dan ada tiga peluang lagi di Manado. Sampai hari ini, kita belum ditemukan di tengah masyarakat,” kata Luhut. Karena itu, Luhut pun mengajak seluruh masyarakat untuk mematuhi seluruh instruksi dan aturan yang diberlakukan pemerintah. Ia juga meminta agar tak ada masyarakat yang bermain terkait varian Omicron ini. “Saya tidak ingin kita berpolemik. Saya mengimbau kita masyarakat semua, kita politisi, tentara, masyarakat, semua jangan ada yang memain-mainkan ini,” tegas Luhut. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, hingga Senin (20/12) sebanyak 250 orang menjalani tracing kontak erat dari temuan kasus Omicron pertama di Indonesia. Dari 250 orang, 60 orang hasilnya positif Covid-19. "Yang di-tracing ada 250 orang dan 60 hasilnya positif Covid-19. 60 kasus positif sedang dilanjutkan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS)," kata Nadia saat dihubungi Republika, Senin (20/12). Dari temuan tersebut, Kemenkes menduga pelacakan asal muasal masuknya virus Covid-19 varian Omicron ke Indonesia dengan kasus pertama berasal dari warga negara Indonesia (WNI) yang tiba dari Nigeria pada tanggal 27 November 2021. 

Dugaan ini berdasarkan penelusuran kasus WNI yang positif Covid-19 di Wisma Atlet pada 14 hari ke belakang menunjukkan kemungkinan besar kasus pertama Omicron adalah WNI, dengan inisial TF (21), yang tiba dari Nigeria pada 27 November 2021. Nadia menuturkan, TF merupakan kasus probable sehingga tidak dikonfirmasikan dalam hitungan kasus Omicron saat ini. Dengan begitu, kasus Covid-19 varian Omicron ada tiga kasus. "TF masih probable Omicron statusnya karena saat ini sudah negatif," kata Nadia. Sementara untuk kasus probable lainnya, sambung Nadia, masih menunggu hasil. Ia mengimbau masyarakat untuk tetap mewaspadai penyebaran Omicron dan virus Covid-19 jenis lainnya. 

“Kurangi mobilitas, tetap gunakan masker, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Jangan lengah dan tetap waspada terhadap penularan virus Covid-19, terutama Omicron yang laju penyebarannya sangat cepat."  Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika.co.id) artikelasli
http://dlvr.it/SFq6V6
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak