Bikin Mupeng! Kisah Wanita RI Tinggal di Swedia, Sekolah Anak Gratis & Gaji Besar Kerja di Pabrik



AGEMAKS ONLINE. Katanya tinggal di Eropa itu enak, benarkah? Seorang bunda diaspora bernama Mita Edvardsson kali ini berbagi cerita dan pengalamannya tinggal di salah satu negara paling bahagia di dunia yaitu Swedia, nih.  Tak pernah terbayangkan oleh Mita bahwa ia bakal mendapatkan banyak pengalaman menarik ketika menetap di Swedia. Menikah dengan Eddie, pria asal Swedia, Mita datang ke sana pertama kali di 2017.  

Namun, di awal pernikahannya, wanita asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini memilih untuk bolak-balik Swedia-Indonesia karena anak pertamanya masih berada di Indonesia.  Akhirnya, pada awal tahun 2020, Mita memutuskan untuk menetap di Swedia. Ia sekolah Bahasa Swedia dan bekerja di sana. Tak terlalu banyak kendala yang dialami Mita karena ia menganggap dirinya cepat beradaptasi.  Satu-satunya kendala pada saat itu adalah bahasa. Karena kesehariannya Mita menggunakan Bahasa Jawa saat di Indonesia, ia pun agak lost in translation di awal.  "Saya tidak begitu bisa bahasa Inggris kadang saya memakai Google translate untuk berkomunikasi, dan bahasa Sweden apa lagi 0 saya enggak bisa sama sekali," tutur Mita kepada HaiBunda, belum lama ini.   

Di akhir 2020, Mita kembali ke Indonesia untuk menjemput anaknya dari pernikahannya yang pertama. Anak lelakinya diboyong ke Swedia untuk sekolah di sana, Bunda.  Sebagai pendatang, Mita beruntung karena pemerintah Swedia menyediakan fasilitas gratis berupa sekolah bahasa untuk dirinya dan anaknya itu. Bahkan, anak lelakinya itu dapat laptop baru dan transportasi gratis dari sekolahnya.  "Di sini kita dapat free sekolah bahasa dari pemerintah termasuk sekolah SMA. Anakku di sini semua gratis full fasilitas dapat laptop baru, makan siang di sekolah dan free transportation," ujarnya. 

Tak cuma sekolah gratis, Mita bersyukur ia tak mengalami rasisme ketika pindah ke Swedia, Bunda. Warga lokal sana katanya ramah-ramah, lho. Baca ceritanya di halaman berikut.  Satu hal yang sering ditakutkan pendatang dari Asia di Eropa adalah alami rasisme. Namun, hal tersebut tak terjadi pada Mita. Ia justru sangat diterima dan tidak dibeda-bedakan.  "Orang Swedia sangat welcome banget mereka tidak membedakan kita berasal dari mana . Termasuk keluarga suamiku mereka welcome banget dengan saya dan anak bujangku, mertua saya sudah menganggap anakku sebagai cucu mereka," kata Mita.   Menurut pengalaman Mita, orang-orang di Swedia banyak menghabiskan waktu bekerja dan waktu untuk keluarga. Liburan setiap tahun juga seakan menjadi agenda wajib mereka dengan keluarga.  Mita merasa budaya orang Swedia jauh berbeda dengan di Indonesia. Kenapa? "Orangnya sangat cuek jadi enggak peduli mau kita tingkah bagaimana, enggak ada orang yang ngomongin," jawabnya.  Bunda dua anak ini juga beruntung terdapat supermarket untuk orang Asia di sini. Sebanyak 80 persen yang ia butuhkan untuk masak tersedia di sana.  

"Termasuk cabe dan terasi. Dan lebih untungnya lagi suamiku suka makanan Indonesia jadi tiap hari kita makan nasi tidak masalah untuk suami saya," tuturnya.  Lebih lanjut, Mita menceritakan pula pengalamannya bekerja di Swedia dengan status warga negara asing. Bagaimana pengalamannya? Baca ceritanya di halaman berikut.  Di 2020, Mita akhirnya kembali merasakan jadi pekerja. Ia melamar sebagai petugas cleaning service di sebuah pabrik. Mita beruntung karena ia dengan mudah melamar di sana karena pabrik tersebut merupakan tempat suaminya bekerja.  Namun, pekerjaan pertama Mita di Swedia itu tidak penuh waktu alias full time lantaran ia masih sekolah Bahasa Swedia. "Karena waktu pertama kerja aku masih sekolah bahasa Sweden jadi aku cuma bekerja dua kali seminggu," tuturnya.  Mita mengatakan, jika ingin bekerja di Swedia maka seseorang harus membutuhkan personer number atau nomor KTP Swedia, Bunda. Selain itu, kemampuan Bahasa Swedia dan Bahasa Inggris juga diprioritaskan.  

"Bahasa Sweden dan Inggris di sini sangat penting sekali tapi kita bisa bekerja meski kita tidak bisa Bahasa Sweden, tergantung pekerjaan apa yg kita cari. Lebih gampang kalau kita bisa berbicara bahasa Sweden, kalau kita mau bekerja di Swedia," kata Mita.  Saat menjadi petugas cleaning service, Mita mendapatkan penghasilan 6 ribu krona Swedia per bulan atau sekitar Rp10 juta setiap bulan. Namun, ia hanya sempat bekerja selama dua bulan sebagai cleaning service karena hamil.   Sayangnya, dalam perjalanan kehamilannya, Mita mengalami keguguran hingga tiga kali. Tak patah semangat, Mita memulai pekerjaan baru sebagai buruh di pabrik suaminya. Ia mendapatkan pekerjaan ini karena kala itu sang suami menjabat sebagai team leader di pabrik.  "Jadi setelah 3x keguguran saya mulai bekerja lagi di awal tahun 2021 ful time di pabrik. Pekerjaan saya di pabrik (itu) mengemudi mesin untuk palet dan potong triplek," katanya.  

Kata Mita, bekerja di pabrik sangat menyenangkan. Semua teman kerja sangat menyenangkan dan sangat ramah. Ia bekerja hanya 8 jam per hari, istirahat 3 kali sehari dan 5 kali per minggu. Akhir pekan pun, ia libur.  Berapa gaji buruh pabrik? Diungkap Mita di kesempatan berbeda, ia mendapat gaji Rp46 juta per bulan, Bunda. Nah, soal gaji ini tergantung kontrak kerjanya.  "Jika tidak punya kontrak kerja seperti saya kita di bayar di hitung perjam. Kalau lembur dapat ekstra tapi gaji tetap dibayar tiap bulan. Bagi yang sudah punya kontrak kerja kita di bayar tiap bulan sama gaji tiap bulan, jika lembur atau tanggal merah kerja dapat ekstra," paparnya.  

Selain itu, ada benefit yang diperoleh dari perusahaan tempat Mita bekerja. Jika ia sakit dan tinggal di rumah, ia tetap dapat 80 persen gajinya. Jika ia berlibur, ia masih dapat gaji juga.  "Jika kita bekerja di hari libur seperti hari Sabtu kita dapat gaji 100 persen (dihitung per jam) dan hari Minggu/tanggal merah kita dapat 200 persen (dihitung per jam). (Tapi), setiap perusahaan berbeda-beda aturan," ungkapnya. ***
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak